
Kalaulah abad 18 pernah terjadi revolusi industri dimana tenaga manusia yang banyak berpijak pada tenaga otot tergantikan oleh tenaga mesin (kejadian ini sebelum abad 18 tak pernah terpikirkan oleh manusia bahwa akan banyak muncul alat-alat yang bernama mesin). Sekarang setelah lewat tiga abad (memasuki abad 21) kita akan bertanya apakah kerja manusia yang berpijak pada otak akan tergantikan dengan sebuah sistem ICT (khususnya digital). Kalaulah jawabannya otak manusia akan sangat sulit tergantikan, paling tidak sistem ICT (digital) akan sangat membantu ataupun mendukung manusia dalam peningkatan kerja otak manusia demi mengejar sebuah keterbatasan waktu dan ruang.
Dulu kita banyak melihat bagaimana kerja otot manusia sedikit demi tergantikan oleh sebuah tenaga mesin dan berakhir dengan sebuah revolusi, ke depan apakah kita akan melihat bagaimana otak manusia akan sedikit demi sedikit tergeserkan oleh sebuah sistem digital, yang paling tidak harus ditopang oleh sistem digital? (kita hanya berdoa dalam hal ini mudah-mudahan tidak akan terjadi sebuah revolusi).
Dunia pendidikan terutama para guru haruslah mulai berani menyikapi perkembangan teknologi ini, di mana anak-anak sekarang dengan budaya yang mulai bergeser dari kebiasaan membaca lewat buku/media cetak ke membaca melalui Personal Komputer (PC), Laptop, Note book, ataupun e-book reader (yang sekarang banyak beredar). Kita dapat merasakan sendiri bagaimana anak-anak sekarang lebih banyak berkomunikasi dan akrab dengan komputer dibandingkan dengan sarana/alat lainnya. Bagaimana para guru menyikapi ini semua, sudah pasti para guru harus berani merubah kultur proses pembelajaran puluhan tahun yang lebih banyak menggunakan media cetak buku beralih menggunakan media ICT (Information and Communication Technologies) khususnya dunia internet.
Saat jumlah penduduk di dunia semakin banyak dan padat, belum lagi keterbatasan waktu dan transportasi manusia, dunia ICT khususnya internet memang memiliki keunggulan tersendiri untuk mengatasi proses pembelajaran, antara lain:
- dapat mengatasi keterbatasan ruang
- dapat mengatasi keterbatasan waktu guru dalam menyampaikan materi
- pembelajaran dapat dilakukan di manapun siswa merasa nyaman
- sumber pembelajaran lebih banyak yang tersedia
- sumber pembelajaran tidak perlu membeli/gratis
- siswa sekarang lebih tertarik dengan proses pembelajaran ICT based dibandingkan dengan buku atau media cetak lainnya.
Tidaklah aneh Presiden Republik Indonesia mengeluarkan intruksi dengan INPRES No.1 tahun 2010, tanggal 19 Februari 2010, tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, di mana prioritas ke-2 masalah pendidikan yaitu sekolah harus melakukan penekanan penerapan pembelajaran berbasis TIK (ICT Based). Inpres ini haruslah dapat menyadarkan para guru untuk dapat merubah kultur pola pembelajaran selama ini yang cenderung hanya menggunakan buku, LKS atau media cetak lainnya. Guru harus berani mulai berubah dan ikhlas merubah kultur pembelajarannya dengan mengikuti pola komunikasi siswa sekarang yang cenderung banyak lewat dunia maya (internet).
Inpres No.1 Tahun 2010 ini sebenarnya bukan hal baru untuk dunia pendidikan, karena sebelumnya pada UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengamanatkan semua guru di Indonesia agar dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran (butir ini terdapat pada Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional, dalam Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang enam prinsip penyusunan RPP pada prinsip ke-6 nya guru diamanatkan agar dapat menerapkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajarannya.
Dari uraian di atas mulai dari Permen, Inpres, sampai ke Undang-Undang tidak ada lagi alasan untuk tidak berani mulai mengubah kultur guru dalam proses pembelajaran siswa atau maukah justru para guru sendiri tertinggal dengan para siswanya saat berada dikelas? Maukah saat di kelas para guru termarginalkan oleh siswanya sendiri?